WEB BLOG
this site the web

Prosa yang Menggeser Eksistensi Puisi




Biasanya Para remaja sangat rentan dalam mengambil imajinatif cultural melalui kominikasi yang dinamakan bahasa puisi, hanya menajadi retorika picisan pencari sensasi, atau penyair pemula yang terbuang dari realitas hidupnya karena dinia kepenyairan belum menjanjikan dalam skala materi..
Kenyataan di media masa tiap minggunya banyak prosa yang berkeliaran meminuhi pembacanya yang fanatic. Dan jumlah pusi pun terbatas untuk dipiblikasikan hanya media remaja yang kadang kala menerbitkan puisi-puis cinta yang cengeng dan ringan tanpa diksi-diksi yang bagus dan bermakna.
Bahsa tak memiliki keberanian untuk menjadi puisi, karena potensi-potensi itu telah dilucuti dari dirinya oleh prosa yang memenuhi media dan ruang public.Prosa memang sudah naik daun dan memancing banyak peminat untuk memasuki dunianya.
Semenjak kesultanan aceh masih berjaya. Prosa masih menjadi media komunikasi yang paling digemari oleh masyarakat kita. Prosa telah memabangun imperiumnya sendiri, kerajaan sendiri.
Kadang puisi tampil keatas panggung menggantikan homogen prosa itu. Namun itu tak berlangsung lama tatkala Hamzah Al Fnshur menuilis syair perahu untuk mengubah wajah bahasa melayu, karena cara berpikir dan syariat, pembakaran atas karyanya dilakukan dimana-mana di Aaceh pada masa dahulu..
Dalam waktu pendek posisinya sebagai penasehat keagamaan istana harus digusur dan karya tulisnya di fatwa bid’ah, lalu dibakar syair-syair Aceh kemudian diganti syair perang.
Begitu pula tak lama sesudah amir Hamzah menuliskan nyanyian sunyi, nasibnya harus berakhir tragis dalam sebuah huru hara sosial di Sumatra timur.
secara fisik ia tewas diujung pedang orang-orang yang membumi hanguskan kasultanan langkat. Namun pada hakekatnya ia terbunuh dalam atmosfer ketakberdayaan bahasa yang yang meliputi bangsa kita kala itu., karena merajalelanya kultus slogan dan retorika sebagai media revulusi. Karenanya bisa dikatakan, Amir Hamzah terbunuh atmosfer prosa.
Momentum puisi yang paling terindah dalam sejarah ke-Indonesian kita barangkali terjadi pada tahun 1928 ketika para pemuda yang salah satu butirnya: Satu bahasa, Bahsa Indonesia. Sebuah momen yang puitik. Namum apa mau dikata. Momen itu ternyata tak begitu panjang umurnya. Prosa kembali melahirkan dirinya lewat kenyataan-kenyataan kontemporer. Kita kini hidup disebuah waktu yang tak memberi orang waktu untuk melihat dalam hati nuraninya.
Kalau kita mendengar kata prosa dan puisi. Kita menganggap sebuah sepasang kata yang saling berlawanan.
Yang puitis umumnya berkonotasi positif, sedangkan yang “ Prosaik” sebaliknya disisi lain puisi lebih tinggi kedududukanya daripada prosa. Puisi digubah dengan kesadara itens [bukan neurotic] terhadap bahasa , sememtara prosa ditulis dengan fokus utama terhadap bahasa, sememntara prosa ditulis tanpa irama. Jika puisi menganggap unsur bunyi [juga sunyi] dan citraan serta pikiran kata secara ketat, maka sumua hal itu seakan-akan tak terjadi pada prosa. Dengan kata lain: jika bahasa berlaku sabagai” pameran pembantu” dalam proa, maka dalam puisi bahasa adalah” pameran utama. Ada kalanya munculan kiasan lain. Prosa adalah bahasa dalam bentuk cair, puisi adalah bahasa dalam bentuk padat. Puisi adalah ungkapan bahasa yang gemar bersolek, aneh, samar-samar bahkan gelap., sementara prosa merupakan ungkapan yang wajar dan terang, makin terang,wajar dan terang benderang, makin baguslah prosa itu. Puisi mengigau sendiri: prosa mesti mantap menjalankan tata bahasa [tanpa mengenai licentia prosaica]
Puisi dan prosa mungkin saja adalah”kawan” sekaligus” lawan”: dersebrangan, berdekatan, bergulatan, toh menghirup udara yang sama. Ritme atau irama, misalnya- pola ungkap yang menentukan karakter”suara” sebuah karya sastra hanya bisa hadir baik dalam puisi maupun prosa. Pentingnya diksi yang jitu serta ke-duanya prosa yang mantap.Sebagaimana puisi yan kuat, sama-sama mengolah segenap unsurnya hingga ke taraf puncak pas, tak lebih dan tak kurang. Tak sedikit sastrawan yang sesekaliatu bergerak di wilayah kelabu antara puisi dan prosa, misalmya menulis karya yang lazim disebur prosa lirik atau prose poem. Demikianlah prosa merasuki puisi, atau sebaliknya, saling meresap dan bersenyawa dan menjelmakan berbagai jenis hibrida yang membuat pemilihan maupun pemeringatan antara puisi dan prosa antara yang puitis dan yang prosaic.
Slamet mulyana[1956-112]menyatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi.pertama, kesatuan prosa yang sangat pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustik.kedaua puisi adalah kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak. Sedangkan dalam prosa kesatuanya disebut paragraph. Ketiga, didalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Jika dikumpulkan diberbagai khazanah sastara disegenap penjuru dunia, mugkin ada ratusan atau bahkan ribuan bentuk puisi yang pernah hidup sejak manusia mulai berbahasa dan bernyanyi dengan kata-kata hingga saat ini..
Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendikripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah,novel, ensiklopedia,, surat serta jenis media lainnya.
Prosa sebagaimana terpetik dari khazanah sastra melayu merajuk pada sesuatu yang tidak terikat. Puisi yang memang terikat sehingga banyak berlaku sebagai “lirik lagu”
Prosa meruapakan jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme{rhythm] yang dimilikinya lebih besar, serta biasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Karena pengungkapannya tak bertele-tele dan blak-blakan dengan terus terang dan mengalir begitu saja.

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies