WEB BLOG
this site the web

DALAM SEPI


Peluh matamu remang di sudut pantai

Beriak senyum itu mencurahkan galau yang mendesah

Sepanjang detik kehidupan

Kau pasang guratan aksara tuk betutur kata

Menggapit Senandung sepi

Dengan sajak-sajak sang penyair tanpa nama

Aku tergopoh-gopoh mendulang sedihku

Bola mataku memaksa keluar

Berlari kencang menatapmu

Hatiku bergejolak meranggas

Hendak memelukmu erat

Namun nuraniku berdesis sengau

Gadis-gadis beselendang sutra

Menari di pujuk cemara

Menerobaos kencang di sela-sela kesepian

Hanya hatiku bergumul menjelajahi kesendirian

Punah Bayangmu di tembok-tembok langit

Kosong tak berpenghuni


Pekanbaru, September 2009




Oleh : Pujiono Slamet

SANG BIDADARI HATIKU



Elok ragam rupamu

Bersitatap pada bulan bundar

Denting suaramu mengalun sayup

Teriringi sejuta desah angin yang nakal

Tawamu berderai pada lukisan hidup

Yang bermakna

Andai aku punya sayap

Kan ku bawa kau terbang tinggi

Kelangit lapis ketuju

Peri-peri kecil akan menyelipkan

Bunga di telingamu

Dan kita duduk di taman surga

Sesuka hati bercerita

Tentang kita

Cinta

Asmara

Aku akan bersujud dikakimu

Dan mempersembahkan cinta untukmu

Semoga semua jadi harapan nyataku

Wahai bidadari hatiku

Pekanbaru, November 2009

Oleh : Pujiono Slamet

BURUH-BURUH DI SAYAP LANGIT

Bibirnya megukir gumam yang teramat merdu
Mengarungi lautan hidup tanpa tepi
Pada pabrik-pabrik kelesuan yang mereka telusuri,
Setangkup nafas keletihan tercecer di cawan resahnya
Selaksa waktu telah di reguk bercambuk dalam duka
Apa peduli mereka tentang nasib yang mereka seduh
Hari ini…!

Cericaunya masih rebah tanpa lerai
Dengan desahan kosong dan kering
Penatnya di balut rasa kesal
Dan bahagianya di lipat raib pergi

Sang raksasa mengecohkan gelak tawanya
Dalam kebimbangan batin
Tong semangatnya hendak meluntur
Ruang gerak di dadanya yang mengembang luas
Pelan-perlan tumpang di pojok janji pudar

Buruh-buruh disayap langit
Kemana lagi kau rentangkan panji kemenanganmu
Kau lunglai dan tanganmu terpental jauh
Untuk berteriak keadilan
Tapi tak keberdayaan jua yang mengintaimu
Hiruk pikik suaramu yang kau pendam
Saat ini…!

Pekanbaru, oktober 2009


*Imajinasi Ziarah malam





Oleh : Pujiono Slamet

JERITAN HATI

Aku mengambang di antara kilasan
Kacamata rasa
Meminjam pucuk hatimu
Dengan jeritan resah dalam gua berpadas

Raungan brgejolak
Mengintai dilubang hati
Tangisanku kau tenteng
Ke dalam pasar sepiku

Aku bergumul dalam wajahmu
Penjaga hati resah dan sedih
Luapkan itu pada Tuhan-Mu
Nyatakan kebesaran-Nya

Aku teronta beribu sesak tentangku
Aku seperti rembulan yang tandas
Di awan kelabu

Semua t’lah kau binasakan, tangisanku
Yang tak berpendar ujungnya

Barlah hatiku berkelana jauh agar tak
Terusik lagi sengau jarit hatiku

Pekanbaru, Oktober 2009

GADIS SEKUNTUM

Angin mulai merayapi sekujur ragaku
Menggigili di muara-muara benih kericuhan

Kusisirkan sejuta kehangatan kasih sayang
Pada selembar jubah pengharapan

Kau liukan tarian lara
Pada duri-duri jiwaku

Aku tersendat meng-angankan segayung rindu
Hingga mnggeretmu ke dermagaku

Kau menerjang demensi alam pikiranku
Pesonamu tak daya ku pudarkan
Pada wanginya pucuk rambutmu
Yang tergerai

Tadah kesombanganmu menyurutkan
Niatku
Mengunyah rambatan kalbu yang membeku
haru

Kau kampakkan kebncianmu pada ranting
Rapuhku

Wadah-wadah keinginanku selebar
Telapak asaku

Parit rinduku bercumbu bersama angin malam
Dalam imajiku

Wahyu keibuanmu masih terasa kupeluk
Meski hanya dentum morgana yang semu


Pekanbaru, Oktober 2009



Oleh : Pujiono Slamet

SUJUD SENJA


Aku ini gelap
Tertutup kabut hitam
Berselimut jaring kelam

Aku ini sang raja
Bertengger diujung tahta
Namun kekuasan menjerat jiwa

Aku ini sang tuan
Bebas melapangkan kaki dan tangan
tapi hidup bagai budak tanpa merasa
Nyaman

Kini kebiadapanku berbalik laknatku
Kutukan menjadi demi kutukan menjadi
Siksaku
Apakah karma Engkau suguhkan
Untukku

Hingga kesunyian malampun
Memekik dan memecahkan isi bumi

Akar-akar kehidupan nenbelenggu
Raga dan jiwaku
Terdengar suara dedaunan kering
Yang membisikkan
Nada sumbang
Ketika tuntunan-Mu kuabaikan

Alunan tembang Sholawatan
Mendesh lembut
Serasa mengikis isi dada
Merobek-robek segala duka lara

Waktuku telah tertelan masa
Terukir perjalanan hidup
Pertanda sang mentari telah
Menginjak senja

Ya robb..
Terimalah sujud senjaku ini
Biarlah noda dan dosa ku lebur
Dengan berta’aruf kepda_mu

Aku ingin tersungkur dalam kubangan
doa-do
dan tetesan air mataku
akan menjelma menjadi seuntai
mutiara
yang merajai segala noda dan dosaku

ya robb..
meski lautan-Mu tlah merah karena
lumuran dosaku
ku mohon mandikan aku ke dalam
air penawar-Mu
agar racun-racun ke angkaramurkaanku
sirna dengan menerima taubatku

Blora,8 Agustus 2002

*Pernah dimuat dikoran harian Riau Pos Ekspresi, Minggu 27 Desember 2009


Oleh: Pujiono Slamet

RINDU YANG LAYU

Mengapa hujanku bertombak runcing tak bergeming
Kau ada di setiap tempat, meremukan jiwa dan hatiku
Jangan,”kataku geram.
Semuanya tersengal dan menangisiku

Kau tidur bernisan bantal keabadian
Jangan kau berteriak, setengah letihku mencarimu.
Wahai…! Embun bertandas mentari
Tolong redamkan nafas kenangan
Tak mampu rasaku hingga kering tulang tangguhku

Sungguh roboh terpecah membelah irisan hatimu
Ditepi jalan berbunga
Rasuki saja titian mimpiku
Tapi jangan sesatkan aku pada derai matamu yang syahdu
Sapa khasmu kentalkan ragumu untuk bahagia
Racuni tapi jangan matikan kekelabuan yang menjemukan
Juga menertawakan dalam kalahku

Kau tak ada tapi sumber cerita telah tertandur
Di tanah layuku
Sanggupkah ku lepaskan kau di runtuhnya
Cambuk kangenku

Pekanbaru, 24 Desember 2009

DUA JIWA YANG TAK MENYATU

Langkah-langkah mendesah pada langit yang basah
Aku bertabuh di peluh yang lusuh
Merana dalam naungan sang mentari

Laut-laut lembut membalut karang
Menghepaskan sebuah halusinasi ke lekukan pelangi
Agar tenang kalbuku bersama warna-warninya

Mataku kalut ketika membuka dada dan tengadahkan kepala
Karena burung-burung bingung mencari anaknya yang hilang
Ingin mendekap segera ke dalam pelukannya

Lintasan kehidupan abadi jadi impian yang utuh
Untuk gapai jalan menuju Nirwana
Daun jati pun mengepak seperti merpati
Melambai-lambai hendak hilang di petang yang merah
Langkahku serupa pada dupa yang duka
Terhenti menjerat kaki yang teruji dan mengkaji hati

Aku ingin letakkan segala risau ke telapak rinaiku
Titik jemu di sedu di tungkumu
Kemana kita bawa anugrah suci yang tertumpah
Yang tercecer di bilik hatimu
Sudah letihkah circauan dendang merajai sukmamu
Aku akan pertahankan meski tak bertujuan
Letihkah kau mengajari aku pada asbak penopang harapan
yang terbuang
Kita telah tersendat mendobarak kebersamaan menuju mahligai
Yang tak terduga

Saatnya lepas dan terbuang mengurai selembar ingat lalu
Usangkan saja cerita dan kenangan yang meloncat pergi
Menggugat ribuan bahkan jutaan hari yang telah lenyap
Menukarkan segala keprihatinanya di jiwa kita
Yang tak menyatu

Pekanbaru, 10 Desember 2009


*Buat Defrina [Gadis Melayu Berkerudung Jingga]


Oleh : Pujiono Slamet
 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies