DALAM SEPI
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, Sabtu, 16 Januari 2010 at 06.56, in
Peluh matamu remang di sudut pantai
Beriak senyum itu mencurahkan galau yang mendesah
Sepanjang detik kehidupan
Kau pasang guratan aksara tuk betutur kata
Menggapit Senandung sepi
Dengan sajak-sajak sang penyair tanpa nama
Aku tergopoh-gopoh mendulang sedihku
Bola mataku memaksa keluar
Berlari kencang menatapmu
Hatiku bergejolak meranggas
Hendak memelukmu erat
Namun nuraniku berdesis sengau
Gadis-gadis beselendang sutra
Menari di pujuk cemara
Menerobaos kencang di sela-sela kesepian
Hanya hatiku bergumul menjelajahi kesendirian
Punah Bayangmu di tembok-tembok langit
Kosong tak berpenghuni
Pekanbaru, September 2009
Oleh : Pujiono Slamet
SANG BIDADARI HATIKU
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 06.48, in
Elok ragam rupamu
Bersitatap pada bulan bundar
Denting suaramu mengalun sayup
Teriringi sejuta desah angin yang nakal
Tawamu berderai pada lukisan hidup
Yang bermakna
Andai aku punya sayap
Kan ku bawa kau terbang tinggi
Kelangit lapis ketuju
Peri-peri kecil akan menyelipkan
Bunga di telingamu
Dan kita duduk di taman surga
Sesuka hati bercerita
Tentang kita
Cinta
Asmara
Aku akan bersujud dikakimu
Dan mempersembahkan cinta untukmu
Semoga semua jadi harapan nyataku
Wahai bidadari hatiku
Pekanbaru, November 2009
Oleh : Pujiono Slamet
BURUH-BURUH DI SAYAP LANGIT
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 06.44, in
Bibirnya megukir gumam yang teramat merdu
Mengarungi lautan hidup tanpa tepi
Pada pabrik-pabrik kelesuan yang mereka telusuri,
Setangkup nafas keletihan tercecer di cawan resahnya
Selaksa waktu telah di reguk bercambuk dalam duka
Apa peduli mereka tentang nasib yang mereka seduh
Hari ini…!
Cericaunya masih rebah tanpa lerai
Dengan desahan kosong dan kering
Penatnya di balut rasa kesal
Dan bahagianya di lipat raib pergi
Sang raksasa mengecohkan gelak tawanya
Dalam kebimbangan batin
Tong semangatnya hendak meluntur
Ruang gerak di dadanya yang mengembang luas
Pelan-perlan tumpang di pojok janji pudar
Buruh-buruh disayap langit
Kemana lagi kau rentangkan panji kemenanganmu
Kau lunglai dan tanganmu terpental jauh
Untuk berteriak keadilan
Tapi tak keberdayaan jua yang mengintaimu
Hiruk pikik suaramu yang kau pendam
Saat ini…!
Pekanbaru, oktober 2009
*Imajinasi Ziarah malam
Oleh : Pujiono Slamet
Mengarungi lautan hidup tanpa tepi
Pada pabrik-pabrik kelesuan yang mereka telusuri,
Setangkup nafas keletihan tercecer di cawan resahnya
Selaksa waktu telah di reguk bercambuk dalam duka
Apa peduli mereka tentang nasib yang mereka seduh
Hari ini…!
Cericaunya masih rebah tanpa lerai
Dengan desahan kosong dan kering
Penatnya di balut rasa kesal
Dan bahagianya di lipat raib pergi
Sang raksasa mengecohkan gelak tawanya
Dalam kebimbangan batin
Tong semangatnya hendak meluntur
Ruang gerak di dadanya yang mengembang luas
Pelan-perlan tumpang di pojok janji pudar
Buruh-buruh disayap langit
Kemana lagi kau rentangkan panji kemenanganmu
Kau lunglai dan tanganmu terpental jauh
Untuk berteriak keadilan
Tapi tak keberdayaan jua yang mengintaimu
Hiruk pikik suaramu yang kau pendam
Saat ini…!
Pekanbaru, oktober 2009
*Imajinasi Ziarah malam
Oleh : Pujiono Slamet
JERITAN HATI
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 06.38, in
Aku mengambang di antara kilasan
Kacamata rasa
Meminjam pucuk hatimu
Dengan jeritan resah dalam gua berpadas
Raungan brgejolak
Mengintai dilubang hati
Tangisanku kau tenteng
Ke dalam pasar sepiku
Aku bergumul dalam wajahmu
Penjaga hati resah dan sedih
Luapkan itu pada Tuhan-Mu
Nyatakan kebesaran-Nya
Aku teronta beribu sesak tentangku
Aku seperti rembulan yang tandas
Di awan kelabu
Semua t’lah kau binasakan, tangisanku
Yang tak berpendar ujungnya
Barlah hatiku berkelana jauh agar tak
Terusik lagi sengau jarit hatiku
Pekanbaru, Oktober 2009
Kacamata rasa
Meminjam pucuk hatimu
Dengan jeritan resah dalam gua berpadas
Raungan brgejolak
Mengintai dilubang hati
Tangisanku kau tenteng
Ke dalam pasar sepiku
Aku bergumul dalam wajahmu
Penjaga hati resah dan sedih
Luapkan itu pada Tuhan-Mu
Nyatakan kebesaran-Nya
Aku teronta beribu sesak tentangku
Aku seperti rembulan yang tandas
Di awan kelabu
Semua t’lah kau binasakan, tangisanku
Yang tak berpendar ujungnya
Barlah hatiku berkelana jauh agar tak
Terusik lagi sengau jarit hatiku
Pekanbaru, Oktober 2009
GADIS SEKUNTUM
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 06.36, in
Angin mulai merayapi sekujur ragaku
Menggigili di muara-muara benih kericuhan
Kusisirkan sejuta kehangatan kasih sayang
Pada selembar jubah pengharapan
Kau liukan tarian lara
Pada duri-duri jiwaku
Aku tersendat meng-angankan segayung rindu
Hingga mnggeretmu ke dermagaku
Kau menerjang demensi alam pikiranku
Pesonamu tak daya ku pudarkan
Pada wanginya pucuk rambutmu
Yang tergerai
Tadah kesombanganmu menyurutkan
Niatku
Mengunyah rambatan kalbu yang membeku
haru
Kau kampakkan kebncianmu pada ranting
Rapuhku
Wadah-wadah keinginanku selebar
Telapak asaku
Parit rinduku bercumbu bersama angin malam
Dalam imajiku
Wahyu keibuanmu masih terasa kupeluk
Meski hanya dentum morgana yang semu
Pekanbaru, Oktober 2009
Oleh : Pujiono Slamet
Menggigili di muara-muara benih kericuhan
Kusisirkan sejuta kehangatan kasih sayang
Pada selembar jubah pengharapan
Kau liukan tarian lara
Pada duri-duri jiwaku
Aku tersendat meng-angankan segayung rindu
Hingga mnggeretmu ke dermagaku
Kau menerjang demensi alam pikiranku
Pesonamu tak daya ku pudarkan
Pada wanginya pucuk rambutmu
Yang tergerai
Tadah kesombanganmu menyurutkan
Niatku
Mengunyah rambatan kalbu yang membeku
haru
Kau kampakkan kebncianmu pada ranting
Rapuhku
Wadah-wadah keinginanku selebar
Telapak asaku
Parit rinduku bercumbu bersama angin malam
Dalam imajiku
Wahyu keibuanmu masih terasa kupeluk
Meski hanya dentum morgana yang semu
Pekanbaru, Oktober 2009
Oleh : Pujiono Slamet
SUJUD SENJA
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 06.23, in
Aku ini gelap
Tertutup kabut hitam
Berselimut jaring kelam
Aku ini sang raja
Bertengger diujung tahta
Namun kekuasan menjerat jiwa
Aku ini sang tuan
Bebas melapangkan kaki dan tangan
tapi hidup bagai budak tanpa merasa
Nyaman
Kini kebiadapanku berbalik laknatku
Kutukan menjadi demi kutukan menjadi
Siksaku
Apakah karma Engkau suguhkan
Untukku
Hingga kesunyian malampun
Memekik dan memecahkan isi bumi
Akar-akar kehidupan nenbelenggu
Raga dan jiwaku
Terdengar suara dedaunan kering
Yang membisikkan
Nada sumbang
Ketika tuntunan-Mu kuabaikan
Alunan tembang Sholawatan
Mendesh lembut
Serasa mengikis isi dada
Merobek-robek segala duka lara
Waktuku telah tertelan masa
Terukir perjalanan hidup
Pertanda sang mentari telah
Menginjak senja
Ya robb..
Terimalah sujud senjaku ini
Biarlah noda dan dosa ku lebur
Dengan berta’aruf kepda_mu
Aku ingin tersungkur dalam kubangan
doa-do
dan tetesan air mataku
akan menjelma menjadi seuntai
mutiara
yang merajai segala noda dan dosaku
ya robb..
meski lautan-Mu tlah merah karena
lumuran dosaku
ku mohon mandikan aku ke dalam
air penawar-Mu
agar racun-racun ke angkaramurkaanku
sirna dengan menerima taubatku
Blora,8 Agustus 2002
*Pernah dimuat dikoran harian Riau Pos Ekspresi, Minggu 27 Desember 2009
Oleh: Pujiono Slamet
RINDU YANG LAYU
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 06.17, in
Mengapa hujanku bertombak runcing tak bergeming
Kau ada di setiap tempat, meremukan jiwa dan hatiku
Jangan,”kataku geram.
Semuanya tersengal dan menangisiku
Kau tidur bernisan bantal keabadian
Jangan kau berteriak, setengah letihku mencarimu.
Wahai…! Embun bertandas mentari
Tolong redamkan nafas kenangan
Tak mampu rasaku hingga kering tulang tangguhku
Sungguh roboh terpecah membelah irisan hatimu
Ditepi jalan berbunga
Rasuki saja titian mimpiku
Tapi jangan sesatkan aku pada derai matamu yang syahdu
Sapa khasmu kentalkan ragumu untuk bahagia
Racuni tapi jangan matikan kekelabuan yang menjemukan
Juga menertawakan dalam kalahku
Kau tak ada tapi sumber cerita telah tertandur
Di tanah layuku
Sanggupkah ku lepaskan kau di runtuhnya
Cambuk kangenku
Pekanbaru, 24 Desember 2009
Kau ada di setiap tempat, meremukan jiwa dan hatiku
Jangan,”kataku geram.
Semuanya tersengal dan menangisiku
Kau tidur bernisan bantal keabadian
Jangan kau berteriak, setengah letihku mencarimu.
Wahai…! Embun bertandas mentari
Tolong redamkan nafas kenangan
Tak mampu rasaku hingga kering tulang tangguhku
Sungguh roboh terpecah membelah irisan hatimu
Ditepi jalan berbunga
Rasuki saja titian mimpiku
Tapi jangan sesatkan aku pada derai matamu yang syahdu
Sapa khasmu kentalkan ragumu untuk bahagia
Racuni tapi jangan matikan kekelabuan yang menjemukan
Juga menertawakan dalam kalahku
Kau tak ada tapi sumber cerita telah tertandur
Di tanah layuku
Sanggupkah ku lepaskan kau di runtuhnya
Cambuk kangenku
Pekanbaru, 24 Desember 2009
DUA JIWA YANG TAK MENYATU
Diposting oleh
Blognya Orang Blora
, at 05.04, in
Langkah-langkah mendesah pada langit yang basah
Aku bertabuh di peluh yang lusuh
Merana dalam naungan sang mentari
Laut-laut lembut membalut karang
Menghepaskan sebuah halusinasi ke lekukan pelangi
Agar tenang kalbuku bersama warna-warninya
Mataku kalut ketika membuka dada dan tengadahkan kepala
Karena burung-burung bingung mencari anaknya yang hilang
Ingin mendekap segera ke dalam pelukannya
Lintasan kehidupan abadi jadi impian yang utuh
Untuk gapai jalan menuju Nirwana
Daun jati pun mengepak seperti merpati
Melambai-lambai hendak hilang di petang yang merah
Langkahku serupa pada dupa yang duka
Terhenti menjerat kaki yang teruji dan mengkaji hati
Aku ingin letakkan segala risau ke telapak rinaiku
Titik jemu di sedu di tungkumu
Kemana kita bawa anugrah suci yang tertumpah
Yang tercecer di bilik hatimu
Sudah letihkah circauan dendang merajai sukmamu
Aku akan pertahankan meski tak bertujuan
Letihkah kau mengajari aku pada asbak penopang harapan
yang terbuang
Kita telah tersendat mendobarak kebersamaan menuju mahligai
Yang tak terduga
Saatnya lepas dan terbuang mengurai selembar ingat lalu
Usangkan saja cerita dan kenangan yang meloncat pergi
Menggugat ribuan bahkan jutaan hari yang telah lenyap
Menukarkan segala keprihatinanya di jiwa kita
Yang tak menyatu
Pekanbaru, 10 Desember 2009
*Buat Defrina [Gadis Melayu Berkerudung Jingga]
Oleh : Pujiono Slamet
Aku bertabuh di peluh yang lusuh
Merana dalam naungan sang mentari
Laut-laut lembut membalut karang
Menghepaskan sebuah halusinasi ke lekukan pelangi
Agar tenang kalbuku bersama warna-warninya
Mataku kalut ketika membuka dada dan tengadahkan kepala
Karena burung-burung bingung mencari anaknya yang hilang
Ingin mendekap segera ke dalam pelukannya
Lintasan kehidupan abadi jadi impian yang utuh
Untuk gapai jalan menuju Nirwana
Daun jati pun mengepak seperti merpati
Melambai-lambai hendak hilang di petang yang merah
Langkahku serupa pada dupa yang duka
Terhenti menjerat kaki yang teruji dan mengkaji hati
Aku ingin letakkan segala risau ke telapak rinaiku
Titik jemu di sedu di tungkumu
Kemana kita bawa anugrah suci yang tertumpah
Yang tercecer di bilik hatimu
Sudah letihkah circauan dendang merajai sukmamu
Aku akan pertahankan meski tak bertujuan
Letihkah kau mengajari aku pada asbak penopang harapan
yang terbuang
Kita telah tersendat mendobarak kebersamaan menuju mahligai
Yang tak terduga
Saatnya lepas dan terbuang mengurai selembar ingat lalu
Usangkan saja cerita dan kenangan yang meloncat pergi
Menggugat ribuan bahkan jutaan hari yang telah lenyap
Menukarkan segala keprihatinanya di jiwa kita
Yang tak menyatu
Pekanbaru, 10 Desember 2009
*Buat Defrina [Gadis Melayu Berkerudung Jingga]
Oleh : Pujiono Slamet
Langganan:
Postingan (Atom)